Kejadian ini saya alami hari sabtu kemarin. Bermula dari kekesalan terhadap suami (sebetulnya saya hanya cari perhatian saja sih), saya berniat untuk membeli buku cerita di Gramedia, Depok dengan menumpang angkot. Suami yang sedang berusaha meluluhkan hati saya (got u!), tentunya bertubi-tubi menawarkan diri untuk mengantar. Ketika sudah seperempat jalan, mungkin kurang, saya pikir-pikir
kayaknya enak diantar
deh. Cuaca panas sekali. Lagi pula, saya amat geli dengan rayuan suami. Laki-laki yang malang. Takdirnya merayu wanita.
Akhirnya saya turun di depan sebuah pertokoan sambil menunggu suami saya menjemput dan kami bersama-sama pergi ke Gramedia. Disinilah cerita itu dimulai. Ketika saya sibuk melongok-longok ke arah jalan memastikan suami saya melihat keberadaan saya, seorang wanita muda berusia belasan tahun muncul sambil membawa bayi berusia kira-kira 4 bulan di dalam stroller. Melihat penampilannya sepintas, saya sudah tidak nyaman. Pakaian yang dikenakan wanita itu amat terbuka. Rasa tidak nyaman saya berubah menjadi kecurigaan saat melihat cara wanita itu memperlakukan bayi-nya. Saya sempat menawarkannya untuk mengubah posisi stroller bayi-nya agar tidak menghadap ke jalan (karena kasihan polusi dari kendaraan yang seliweran langsung terhirup oleh bayi itu), dia menolakku dengan kasar. I kept watch on her. Saya merasa tidak ada chemistry diantara ibu dan anak itu. Kecurigaan bertambah karena saya juga tidak melihat wanita tersebut membawa tas besar berisi keperluan bayi yang biasa dibawa ibu dengan bayi seusia itu. Dan gerak gerik ibu muda itu amat tidak nyaman.
Selain saya, beberapa orang disekitar kami juga merasakan kejanggalan yang sama. Kami saling bertatap-tatapan. Selang beberapa waktu kemudian, sebuah taksi memberikan klakson, dia melongok-longok, dan masuk ke dalam. Sopir taksi itu sempat kesulitan memasukan stroller bayi, saya membantunya sambil memperhatikan wajahnya. Tadinya saya mau bertanya kemana tujuannya, tetapi khawatir yang bersangkutan akan marah. Saya kan tidak ada urusan.
Hati saya tidak tenang. Saya sempat melihat bayi itu sebelum masuk ke mobil, dan saya ingat anak saya. Pikiran tentang sindikat penculikan anak tidak bisa saya hilangkan dari pikiran saya. Alih-alih memperhatikan mobil suami yang siapa tau lewat, saya mencatat nomor plat taksi itu. Saya lalu mencari cara agar informasi saya tersebut dapat diproses. Beruntung adik saya memiliki teman seorang polisi di Depok. Saya baru ingat saya telah memiliki pin bb yang bersangkutan. Tadinya sih, saya mau meminta tolong soal pembuatan SIM. Tapi rasa penasaran membuat saya menghubunginya via bb. Akhir percakapan, Wz menyampaikan informasi tersebut kepada petugas lapangan untuk diantisipasi.
Setelah menghubungi Wz, perasaan saya lega. Ya memang bisa saja perasaan saya salah. Tetapi bukankah naluri itu adalah fitrah. Entah ini waspada atau suudzon, saya hanya mengikuti naluri saya. Bagi saya, lebih baik kecurigaan saya tersebut ditindaklanjuti, meskipun ternyata tidak terbukti, daripada saya tidak menindaklanjutinya dan ternyata -naudzubillahi min dzalik- terbukti. Sebagai seorang ibu, saya hanya mencoba untuk berempati. Jika hal tersebut menimpa saya, saya tidak dapat membayangkannya.
To ibu muda yang saya curigai, maaf ya jika prasangka saya salah. Saya begitu peduli dengan putera anda hingga saya meragukan anda. Maaf yaa. Tapi jika prasangka saya benar, errrrr...... awass kamu yaaa.. errrr..
Oya, hingga saat ini saya belum menanyakan kelanjutannya. Semoga tidak ada apa-apa yaa..