Dengan perut membuncit , tergopoh-gopoh aku berjalan menuju RS Hermina Bogor. Kakakku akan melahirkan. Wow. Ini sungguh berita yg menggembirakan sekaligus membuat nervous. Bagaimana tidak, jarak kehamilanku dan teteh dekat sekali. Kira-kira satu bulan. Tp ternyata teteh melahirkan satu minggu lebih lambat dari perkiraan dokter. Tepat ketika Adzan Dzuhur berkumandang, keponakanku lahir. Bayi perempuan cantik itu dinamakan "Lakeisha Kayla Athasari". Ayah dan Ibuku senang luar biasa memperoleh cucu pertama. Aku juga. Sembari takjub memandangi kayla mungil, aku mengelus-elus perutku sembari berbicara pada bayi-ku.. "Nak, teteh udah lahir tuh.. kamu juga ya sebentar lagi? tunggu papa pulang dari Malaysia ya?"
Aku sungguh tidak tahu (dan tidak percaya juga sebetulnya) kl ucapan semacam itu pantang dilontarkan oleh seorang ibu hamil yang akan segera melahirkan.. Whatever..
Sementara tetehku memulihkan keadaan pasca melahirkan, aku sering berkunjung sembari membawakan makanan, dan senam hamil (yang hanya sekali-kalinya selama aku hamil. hehe).
Dokter mengabarkan bahwa teteh sudah dapat pulang pada Jum'at, 24 April 2009. Ayah dan Ibu-ku berniat untuk menjemput teteh dan kayla mungil, maka menginaplah mereka di rumahku yang memang tidak jauh dari RS.Hermina. Sembari menunggu orangtuaku berkemas dr RS, aku ke toilet. Sungguh terkejut dan gemetar karena aku mulai mengalami bercak-bercak kecokelatan. Aku seharusnya kan melahirkan 2 minggu lagi, dan suamiku masih di Malaysia. Aku hanya menceritakan apa yang kualami pada teteh, dan dia hanya memintaku untuk pulang dan istirahat karena kemungkinan aku akan melahirkan, kira-kira seminggu lagi..
Ok, perkiraan manusia memang tidak bisa dipercaya sepenuhnya. USG itu ngaco. Tebakan kakakku juga tidak benar, karena pada Kamis, 23 April 2009 malam aku sudah mengalami kontraksi! Awalnya tidak terlalu sakit, jadi aku tahan sendiri saja, daripada merepotkan orang lain. Aku kasihan pada orangtuaku dan apalagi mertuaku. Tengah malam begini mereka pasti sedang tidur lelap, aku tak tega membangunkan. Ingin rasanya menelepon suami, tetapi aku takut membuatnya khawatir, padahal besok adalah hari penutupan event-nya, pasti sibuk dan butuh konsentrasi tinggi. Akhirnya aku terjaga sepanjang malam sambil menahan rasa sakit, sesekali ku sms adikku yang kebetulan kuliah di kebidanan. Dari dia pula-lah aku mengetahui ciri-ciri kontraksi melahirkan. Setiap kali kontraksi, ku hitung dengan HP. Kontraksiku makin lama makin sering dan sakit. Positif, aku akan melahirkan.
Jum'at, 24 April 2009..
Jam 1/2 5 subuh, menjelang Adzan, aku berwudhu. Alangkah terkejutnya karena ketika aku buang air kecil, ada gumpalan darah kental berwarna merah gelap keluar.. dan kontraksiku semakin sakit. Aku akhirnya membangunkan orangtuaku dan menelepon mertuaku untuk mengabarkan bahwa aku akan segera melahirkan. Lalu aku persiapkan keperluanku untuk ke rumah sakit, berkemas, ganti pakaian, dan membuatkan teh hangat untuk orangtuaku dan untukku sendiri. Sempat pula aku ke depan rumah untuk membeli roti dari penjaja keliling yang beroperasi saban subuh. Aku kerjakan semua sendiri karena pembantuku belum bangun dan aku terlalu sakit dan letih untuk menyuruh orang lain.
Pukul 06.00 aku tiba di RS Azra dengan diantar orangtuaku dan mertuaku. Mengapa tidak di Hermina? Karena kantorku tidak bekerja sama dengan Hermina. Dan aku tidak mau ribet dengan urusan reimbursement, jadi aku pilih Azra. Kualitasnya tidak jauh berbeda, malah aku sendiri lebih suka dengan pelayanan Azra,serta letaknya yang lebih strategis. Tidak apa aku jauh sedikit, tetapi keluarga dan kerabat kan jadi lebih mudah..
Di ruang bersalin, bidan Ari melakukan pemeriksaan dalam (PD) padaku. Ya Allah, sungguh menyakitkan. Aku shock. Baru PD aja udah begini, apalagi nanti melahirkan pikirku. Pembukaan 3, kesimpulannya. Ok, diperkirakan aku akan melahirkan pada pukul 11- 12 siang. Aku pun menelepon suamiku untuk mengabarkan berita ini. Sejak semalam, aku br memberanikan diri untuk mengabarinya setelah ada penjelasan medis yang menyatakan aku akan melahirkan. Belum sempat bicara sepatah katapun, aku menangis. Rupanya suamiku sudah dikabari oleh mertuak, suaranya terdengar getir, tetapi cukup tegar dan menenangkan. Aku tau dia pun sedih karena kami tidak bisa melewati fase penting dalam hidup kami bersama-sama. Aku kerap membayangkan bahwa ketika aku melahirkan, suamiku ada disampingku untuk memberikan dukungan moral sembali kucakar-cakar karena kesakitan, lalu bayi kami lahir dan ayahnya lah yang mengadzankannya..
Jam semakin bergerak ke kanan. Pembukaanku tak bertambah. Pukul 10.00 Dr. Inayatullah SPOG melakukan Pemeriksaan Dalam. Sakitnya dua kali lipat dari Bidan Ari. Dokter menawarkan induksi, tp kutepis. Aku mau melahirkan biasa saja, ngototku. Dokter menyanggupi.
Dan aku mengalami kontraksi itu terus dan terus.
Jam 14.00, pembukaan bertambah, tetapi tidak signifikan. Aku meminta induksi dengan metode ILA. Dokter setuju, tetapi hal tersebut urung dilakukan karena aku memperoleh kabar bahwa suamiku sudah terbang dari Kuala Lumpur menuju Jakarta. Aku memilih menahan sakit. Lagi-lagi dokter menyerah. Belakangan aku baru mengetahui bahwa dokter Inayat adalah tipe dokter yang mewajibkan suami untuk mengikuti peristiwa kelahiran anaknya supaya kelak lebih menyayangi istri dan anaknya.Oalah Pantas..
Jam 17.00 Suamiku datang, pembukaan bertambah lagi. Total sudah 5 pembukaan. Tetapi untuk menggunakan metode ILA sepertinya sudah tidak dianjurkan, karena dari pembukaan 5 menuju 10 biasanya cepat. Ok, dengan setia aku menuruti semua anjuran dokter dan bidan. Fisikku sudah payah dan aku sangat frustrasi dengan rasa sakit yang luar biasa itu. Kali ini, bayanganku akan istri yang mencakar-cakar suaminya menjadi nyata.
Pukul 21.00, aku sudah tidak berdaya, namun masih bersemangat untuk melahirkan normal karena pembukaanku sudah bertambah lagi menjadi 6. Dokter terus memantau perkembanganku melalui bidan-bidan yang kini sudah berganti shift lagi. Kali ini masalahnya bukan hanya pembukaan yang lambat, tetapi juga kepala bayi yang masih tidak mau turun ke panggul..
Pukul 22.30, aku sudah setengah sadar menahan sakit yang luar biasa, sudah pembukaan 6 dan bayi-ku masih belum turun juga ke jalan lahir. Akhirnya dokter memutuskan untuk Sectio Caesar. Aku kecewa sih, tp pada waktu itu rasa sakit yang sudah tidak bisa kutahan membuatku menyerahkan semua pada keputusan dokter. Suami dan mertuaku sudah tidak tega melihatku yang sudah lemas. Meskipun awalnya pro persalinan normal, mereka akhirnya menyetujui pula usulan dokter.
Pukul 23.00 Operasi dimulai. Aku sangat beruntung karena suamiku diizinkan untuk ikut mendampingi ke ruangan operasi dan merekam sendiri detik demi detik persalinanku. Pukul 23.28, seorang bayi laki-laki sehat lahir dari rahimku. Berat 3,3 kg dan panjang 48cm. Aku resmi menjadi seorang ibu. Alhamdulillah..
Aku amat terharu karena suamiku sendiri yang mengadzankan bayi mungil kami..

Kami menamakan bayi kami ATHAZKA RAY TAPJANI. Banyak orang berkomentar bahwa namanya 'india' sekali. Bahkan ada yang bilang namanya terdengar seperti 'cucunya Raam Punjabi', Raja sinetron itu. Haha. Padahal kami justru mengambil nama itu dari bahasa arab. Atha artinya karunia, Azka artinya cerdas. Bila digabung, Athazka, artinya menjadi karunia yang cerdas. Ray adalah singkatan namaku dan suami (Rika And Yosi), tetapi sebetulnya artinya adalah kilatan cahaya. Lalu Tapjani (mungkin ini ya yang membuatnya sounds indian) adalah nama keluarga yang diambil dari nama belakang suamiku.
Whatever, bagi kami nama adalah do'a. Mudah-mudahan Puteraku kelak dapat menjadi anak yang shaleh dan membanggakan. Karunia yang cerdas dan berprestasi seperti kilatan cahaya. Amin ya Allah..
Sekarang Athazka sudah berusia 11 bulan. Time really flies. Hingga kini Atha masih ASI. Aku memang tidak membatasinya. Meskipun sekarang giginya sudah banyak dan kegiatan menyusui-ku kadang menyakitkan. Tp tak apalah. Allah sudah menganugerahkan nikmat menyusui yang tak ada duanya dan tak tergantikan, masa aku menolak. Lagipula ASI adalah hak bayi yang diberikan Allah melalui Ibu-nya. Septimal mungkin kita harus memenuhi hak-nya. Bukan berarti aku pro ASI mania dan mengecam susu formula. Semua dikembalikan kepada kejujuran nurani seorang ibu. Jika memang ASI-nya tidak cukup, apa boleh buat, dicampur sufor menurutku adalah pilihan yang lebih baik ketimbang membiarkan anak kita kelaparan. Tp once again, pilihan tersebut harus diambil berdasarkan nurani yiang jujur. Aku amat tidak setuju kl sufor dijadikan altenatif pilihan hanya karena ibu malas menyusui anaknya. Dear all moms, please do not do that ya? we love our child, right?
Ah, tulisanku makin ngawur. Hari semakin sore. Sudah dulu ya flash back-nya. Aku mau menyusui Athazka dulu..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar