Wanita itu menoleh ke kanan dan ke kiri, lalu tiba-tiba dia membantingnya..
Gelas itu pun pecah, hancur berkeping-keping..
Gelas berlogo hati itu merupakan gelas kesayangan keluarganya, bahkan pernah menjadi karibnya ketika minum teh atau susu..
Dia kalap dan gelap mata..
Ketika minum kopi di sebuah gerai, tak sengaja sebuah cangkir kopi melukai bibirnya..
Sedikit, hanya sedikit dan bahkan hampir tidak terlihat..
Tapi dia tetap marah dan mendendam..
Gerai itu menawarkan bantuan, namun dia menolak..
Dia malah mencaci pramuniaga, padahal itu bukan salahnya..
Lalu berpikirlah dia bagaimana jika dibakar saja gerai sialan pembawa malapetaka itu? Maka, dia pun menghubungi kawan-kawannya untuk meminta bala bantuan. Dan untuk memperoleh simpati, tentu alur cerita perlu sedikit di dramatisir..
Niat itu tak terlaksana. Seorang Ibu separuh baya tampak menikmati senja dengan berbincang hangat dengan karibya sembari minum teh di gerai itu.
Pasukan gentar, ragu-ragu apakah kebahagiaan pelanggan lain cukup pantas untuk ditukar dengan setitik cacat dari sebuah cangkir..
Nurani mereka bergejolak..
Wanita itu kecewa..
Maka ia menyatakan perang terhadap semua cangkir dan gelas di dunia..
Dan ia pun membanting gelas hati itu..
Tak peduli jika suatu hari dia atau suaminya atau anaknya akan membutuhkan gelas itu lagi..
Yang jelas ketika saat itu tiba, tak ada satu pun teknologi yang dapat menyambung pecahan gelas itu sempurna seperti sedia kala..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar