Okeh, tulisan pertama di tahun 2012 nih ceritanya. Sebagai permulaan, temanya agak berbobot lah, dalam artian bukan tulisan yang melulu menceritakan tentang diri saya yang narsis ini.. hehehe..
Menakar kemampuan. Saya tergelitik untuk menulis tema ini sejak satu-dua minggu lalu sebetulnya. Pencetusnya sendiri adalah kampanye PT KAI agar di tahun 2012, tidak ada lagi penumpang yang naik di atap kereta. Caranya cukup unik, yaitu berdakwah. Ya, berdakwah dengan mendatangkan ustadz dan kelompok rebana di stasiun. Saya yang kebetulan menunggu kereta disana ikut menyimak. Intinya ya itu, tentang menakar kemampuan. Maksudnya menakar kemampuan adalah jujur kepada diri sendiri mengenai kondisi keuangan kita. Jika memang mampu, gunakanlah fasilitas, apapun itu, sesuai kemampuan kita tadi.
Dalam kasus commuter misalnya, jika mampu membeli tiket commuter line, janganlah membeli tiket kereta ekonomi, apalagi sampai tidak membeli tiket. Kereta ekonomi sesungguhnya disediakan bagi kalangan ekonomi bawah. Selisihnya memang jauh. commuter line dihargai Rp6.000, ekonomi cukup Rp1.500. Jauh sih, apalagi jika dikalikan hari kerja selama sebulan. Tapi cobalah kita jujur pada diri kita sendiri, sesungguhnya apakah fasilitas tersebut memang untuk kalangan kita. Apakah dengan kita menggunakannya, ada hak orang lain yang tidak sengaja kita ambil?
Betul saya paham tentang betapa pentingnya konsep berhemat pada masa sekarang. Tapi berhemat, bukan berarti merampas hak orang lain. Jika krl ekonomi diisi oleh orang-orang yang memang semestinya menempati, mungkin kondisinya akan lebih baik. Mungkin orang-orang yang naik ke atap akan berkurang. Mungkin pendapatan PT KAI dari commuter line yang meningkat bisa linear dengan peningkatan pelayanannya. Tapi saya hanya bicara mungkin, atau anggap saja harapan ideal. Saya memang menghilangkan variabel lain seperti jadwal kereta dan tingkat korupsi karena itu di luar kewenangan saya. unpredictable.
Saya bukan humas PT KAI, saya hanya commuter biasa yang juga sering jengkel pada perusahaan ini. Itu hanya perumpamaan saja.
Perumpamaan lain misalnya kasus premium vs pertamax. Pagi ini saya terlibat diskusi seru dengan teman-teman kuliah saya tentang ini. Agak terheran-heran dengan teman seorang pegawai bank bumn (yang juga dikabarkan menempari 4 besar bank dengan karyawan berpenghasilan tertinggi) yang berkilah tentang konsumi premium vs pertamax. Hmm, betul selisihnya sudah sangat tinggi. Tapi pernah kah terbayang betapa tingginya anggaran subsidi premium di APBN Negara kita? Saya sedih jika pajak yang sudah susah payah kita bayarkan kemudian digunakan untuk mensubsidi orang-orang yang tidak berhak. Rasanya tidak adil.
Perumpamaan lain misalnya kasus premium vs pertamax. Pagi ini saya terlibat diskusi seru dengan teman-teman kuliah saya tentang ini. Agak terheran-heran dengan teman seorang pegawai bank bumn (yang juga dikabarkan menempari 4 besar bank dengan karyawan berpenghasilan tertinggi) yang berkilah tentang konsumi premium vs pertamax. Hmm, betul selisihnya sudah sangat tinggi. Tapi pernah kah terbayang betapa tingginya anggaran subsidi premium di APBN Negara kita? Saya sedih jika pajak yang sudah susah payah kita bayarkan kemudian digunakan untuk mensubsidi orang-orang yang tidak berhak. Rasanya tidak adil.
Ayolah, jujur pada diri sendiri. Apakah kita memang benar-benar pantas menggunakan fasilitas yang seharusnya ditujukan oleh kalangan ekonomi menengah bawah?
Saya sendiri tidak pernah menempatkan posisi saya sebagai the have's. Masih jauh. Kita kan tidak boleh menilai kemampuan finansial seseorang hanya dengan melihat sisi aktivanya saja. Saya hanya ingin menjalani hidup dengan penuh berkah. Menggunakan sesuai hak. Apa susahnya? Toh semua kebaikan akan kembali pada diri kita bukan?
I don't mind di tengah krismon domestik ini dompet saya menjadi semakin tipis demi mengisi mobil saya dengan pertamax dan demi membeli tiket commuter line, yang penting hidup saya jadi berkah. Saya juga percaya bahwa Allah tidak akan diam saja dalam kesulitan-kesulitan saya. Jadi, bagaimanapun kondisinya, insya alloh optimis.
I don't mind di tengah krismon domestik ini dompet saya menjadi semakin tipis demi mengisi mobil saya dengan pertamax dan demi membeli tiket commuter line, yang penting hidup saya jadi berkah. Saya juga percaya bahwa Allah tidak akan diam saja dalam kesulitan-kesulitan saya. Jadi, bagaimanapun kondisinya, insya alloh optimis.
That's why ketika saya mendengar ceramah ustadz tempo hari di stasiun, hati saya tergugah untuk menyampaikannya kembali. Kebetulan, itu juga value yang saya yakini..
Sebetulnya masih banyak contoh lain tentang subsidi dan menakar kemampuan ini. Tapi karena keterbatasan waktu saya hanya menuliskan dua saja. Semoga cukup untuk mendeskripsikan maksud saya tentang hal ini.
Jadi, di tahun 2012, mari kita menakar kemampuan. Tidak usah kegayaan, tapi jangan juga rendah diri. Yang sedang-sedang aja lah :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar