Senin, 21 Februari 2011

hitam dan abu-abu

Hitam, putih dan abu-abu. Warna penegas batasan amalan manusia yang sejak zaman purba hingga saat ini masih dan hanya ada dua : benar atau salah, baik atau buruk. Abu-abu ada ditengah-tengahnya. Tidak jelas dan multitafsir.

Di dalam agama yang aku yakini, terdapat hal-hal yang secara tegas di atur dan digolongkan sebagai perbuatan yang dilarang. Melanggarnya sudah pasti salah. Mau dilihat dari atas, bawah, kanan, kiri, depan atau belakang, tetap mutlak salah. Tidak ada penafsiran lain. Contohnya: Mencuri, berbohong, berzina. Meskipun zaman sudah berubah dimana manusia semakin kehilangan rasa malu sehingga kebohongan, korupsi dan sex bebas sudah menjadi gaya hidup yang biasa, tetap aturan main tadi seharusnya tidak berubah.

Entah bagaimana, menjadi orang yang idealis saat ini justru seringkali dianggap sok suci. Ketika masuk ke sebuah sistem dimana, misalnya, korupsi sudah menjadi bagian dari budaya, maka sesuatu yang seharusnya hitam, lama-lama akan menjadi abu-abu. Sebetulnya nurani itu bergolak, namun jika memperlihatkan penolakan, maka lama kelamaan justru malah akan dijauhi dari pergaulan, atau malah jika mengingatkan, malah akan dianggap sebagai orang yang rese. *sigh*

Alhamdulillah, aku bersyukur karena saat ini aku bekerja di instansi dan posisi (jabatan) yang tidak memungkinkanku untuk melakukan hal-hal yang tidak baik secara moral. Tidak pula berada di dalam lingkungan pergaulan dimana nilai-nilai budaya timur sudah semakin terkikis. Meskipun aku dan teman-temanku berasal dari berbagai daerah, kami memeluk berbagai agama, kami tidak saling mengurusi satu sama lain, kami begitu masing-masing, tetapi value yang kami yakini mostly sama. Bahwa hitam, putih dan abu-abu memiliki definisi sendiri-sendiri. Dan untuk mengakuinya, diperlukan kejujuran dan hati nurani.

Yah, semoga bertahun-tahun kemudian, kami masih menjadi seperti ini. Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar