Oh God, my job is more challenging in each day. Aku yang seorang S.E mendadak harus menjadi S.H. Aku yang biasa berbicara tentang bisnis, sedikit mengenai keuangan, beberapa mengenai pengelolaan SDM dan pemasaran kini harus puas dengan literatur-literatur hukum sebagai makanan sehari-hari. KUHAP, UU Agraria, Perjanjian, Surat Kuasa, dll.
Yes it's a bit frustating, tetapi sometimes, memperoleh ilmu baru bagiku amatlah menyenangkan. Andai saja aku memperlajarinya atas inisiatifku sendiri, bukan karena kondisi yang terdesak. Oh i wish. *sigh*
Tetapi ada untungnya juga mendadak S.H. Paling tidak, untuk transaksi-transaksi penting seperti proses KPR dan KPM, aku menjadi lebih jeli dan lebih kritis. Bahasa suamiku, lebih galak. Oh well, ya ya, aku memang paling sebal jika diperlakukan sebagai konsumen yang inferior.
Oh ya, waktu proses KPR rumahku, aku sempat ngomel kepada bagian legal developerku karena aku diminta untuk menanggung biaya pemecahan sertifikat yang sudah dilakukan mereka years ago. Padahal ketika aku belum memutuskan untuk membeli rumah itu, mereka mengiming-imingiku dengan iklan bahwa sertifikat tanahnya sudah pecah. Wajar dong aku marah, di depan notaris aku disodorkan sejumlah nominal angka yang tidak pernah diperjanjikan sebelumnya dengan alasan, ini biasa bu, yang lain juga begitu. Aaarrrgggh! Sembarangan. Taringku bermunculan dan mulai aku berdebat dengan mas bagian legal itu. Ending percakapan, dia bersedia menanggung biaya itu untuk sementara. Tetapi hingga detik ini mereka tidak pernah menghubungiku lagi. Berulang-ulang aku ke kantor developer untuk menanyakan hal itu, mereka tidak bergeming. Suamiku berkata, kamu sih galak banget. Hahahaha.
Kemalangan developer yang lain, kali ini bagian marketing, menimpa mereka gara-gara lupa dengan perjanjian mereka sendiri. Dengan sopan, mas bagian marketing ini sms seperti ini :
"Bu rika, bagaimana dengan pelunasan down payment bulan ini bu? karena yang sebelum-sebelumnya tidak sesuai dengan yang di perjanjian. Saya mohon kerjasamanya"
Merasa tidak pernah lalai, aku sms balik seperti ini:
"Pak xxx yth, mohon maaf sebelumnya, bagian pelunasan yang manakah yang menurut Bapak tidak sesuai perjanjian? Karena seingat saya, Bapak sendiri kan yang bilang kalau angka-angka itu tidak harus sama persis, yang penting setiap bulan ada pemasukan, dan saya sudah berencana untuk melunasi semuanya pada tanggal yang disepakati. Saya juga minta kerjasama Bapak, kita kan sama-sama penjual dan pembeli yang beritikad baik, pak. Trims"
Oh oke, beberapa saat kemudian masuklah sms-sms mereka untuk memohon maaf atas kelalaiannya dengan bahasa yang lebay. Berkali-kali. I mean it. Lagi-lagi suamiku berkata, kamu galak banget sih. Hahahaha.
Yah, mau tidak mau, ditempatkan dibagian penyelesaian aset sedikit banyak membuatku jadi melek hukum dan berani. Rasanya memang harus seperti itu deh. Di zaman sekarang dimana strategi pemasaran sudah semakin ambisius (yang kadang mengesampingkan aspek keadilan untuk konsumen), jika tidak kritis, maka kita akan menjadi santapan empuk produsen-produsen itu.
Ada gunanya juga ya mendadak SH.
*menghibur hati karena harus mereview 3 set perjanjian dan surat kuasa*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar