Selasa, 01 Februari 2011

Saatnya meredam ego

Ritualku setiap pagi dalam perjalanan menuju kantor adalah browsing. Berkeliaran di blog-blog milik sahabat serta kerabat, googling issue-issue yang kadang pop-up di kepala begitu saja, otak-atik facebook, chatting via bbm atau ym dan tentu saja mengupdate gosip-gosip di http://detikhot.com/.

Thanks to bb, my best time and pain (karena kadang sikon kereta menyebalkan) killer.

Hasil blogwalking pagi ini mengantarkanku pada artikel ini . Dear all new mom, should read this. It's really good (aku memang menggemari artikel yang bertemakan parenting).

As a human, tentu aku dipenuhi oleh banyak keinginan dan cita-cita. Aku ingin menjadi Ibu yang baik untuk Athazka, aku ingin menjadi istri yang sholehah untuk aa yosi, aku ingin menjadi anak yang berbakti kepada orangtua dan mertua, aku ingin menjadi saudara yang baik, or in short, aku ingin memiliki kesempurnaan dalam kehidupan domestikku. Sisi Passiva.

Tidak cukup sampai disitu, si manusia egois ini masih memiliki setumpuk keinginan-keinginan lainnya. Aku ingin sukses dalam karir, aku ingin mapan secara materi, aku ingin self aktualisasiku terpenuhi. Sisi Aktiva.

Alloh Maha Segalanya. Tidak ada yang tidak mungkin. Tidak ada do'a yang tidak terkabul. Tetapi tentu tidak ada sesuatu di dunia ini yang tidak terjadi tanpa alasan. Bahkan ketika, misalnya, kita memenangkan undian alphard, tentu hal itu pun bukan sesuatu yang terjadi begitu saja. Aku meyakini bahwa selalu ada pesan-Nya dibalik semua hal yang terjadi dalam hidup ini.

Back to the artikel. Pagi ini, rasanya Alloh mengingatkanku mengenai prioritas hidup dan setumpuk keinginan-keinginan kemaruk-ku yang perlu dibenahi.

Di awal tulisan, aku menyebutkan bahwa keinginanku yang pertama kusebutkan adalah menjadi ibu yang baik untuk Athazka. Lalu aku mulai berintrospeksi. Apa sajakah yang telah kulakukan untuknya? untuk orang yang katanya menempati prioritas pertama dalam hidupku.

Tanpa aku sadari, aku terlalu sibuk membagi peranku dan memaksakan porsi idealnya sesuai keinginanku. Aku memang menyusuinya selama 2 tahun, tetapi terkadang saat menyusui aku suka melamun memikirkan banyak hal. Terkadang kala tubuh ini sudah sedemikian letihnya menghabiskan berjam-jam di kantor, aku menyusui sambil tertidur lelap. Rasanya bounding yang aku bentuk dengan Athazka kurang optimal karena aku terlalu sibuk membagi peranku.

Perkembangan Athazka sendiri hingga saat ini dapat dikatakan sangat baik. Secara fisik dan mental, dia tumbuh sesuai usianya. Untuk beberapa tahap bahkan melebihi kapasitas yang seharusnya. As a parents, tentu aku bahagia. Secara teoritis, kebutuhan afeksi Atha telah terpenuhi dengan baik. Tetapi tetap saja rasanya belum puas, karena Atha melewati periode emasnya dengan kondisi ibu yang masih amat egois. Beruntung aku dikelilingi oleh sanak saudara yang secara tidak langsung berkontribusi terhadap kebutuhan afeksi Atha.

Sampai tahap ini, aku mungkin masih bisa bernafas lega, tetapi mengingat di tahap berikutnya tantangan yang akan dihadapi oleh Atha akan semakin kompleks, rasanya satu-persatu keinginanku harus mulai dibenahi untuk dapat fokus mengawal putraku menjadi pribadi yang kokoh sekaligus menyenangkan. Tidak bisa lagi aku memikirkan segala keinginanku beserta tetek bengeknya itu. Apalagi untuk mewujudkan semuanya dalam satu waktu. Menyeimbangkan sisi aktiva dan pasiva sekaligus. Hey, laporan keuangan pun memiliki jeda waktu bagi sisi aktiva dan pasiva untuk seimbang, apalagi ini hidupku.

Lalu aku mulai berpikir tentang multiplier effect yang akan terjadi jika aku berfokus pada perkembangan Atha. He is my bigest invest. Aku harus mengoreksi ulang tentang definisi kesuksesan. Betul aku menginginkan untuk memiliki karir yang cemerlang dan pendapatan yang memungkinkanku berinvestasi dimana-mana, namun takaran kebahagiaan kala mencapai semuanya tentu tetap tidak seimbang jika dibandingkan dengan memiliki anak yang sholeh. Bukankah salah satu amalan yang tidak akan putus di dunia adalah do'a anak sholeh?

Secara kasat mata pun, coba bayangkan, apakah bisa menikmati semua kemewahan dunia dengan hubungan antara ibu dan anak yang berjarak?

Aku tidak ingin mengulangi penyesalan dan sungguh aku ingin belajar untuk menjadi ibu yang lebih baik lagi. Tidak lagi egois.

Athazka adalah amanah. Maka, tanggungjawab terbesarku (dan aa yosi) adalah membesarkannya.

Aku memang membutuhkan sarana lain untuk pengembangan aktualisasi diri. Tetapi  itu tidak boleh menghilangkan tanggungjawabku sebagai ibu.  Aku harus dapat mencurahkan seluruh energi dan stamina yang prima saat bersama Atha, seperti halnya saat aku bekerja di kantor. Aku harusfokus pada tahap-tahap perkembangannya seperti halnya saat aku berfokus pada costumerku. Mungkin lebih.

Jadi, bagaimana jika aku mengerucutkan semua keinginan dan prioritasku menjadi:
Athazka, Aa then Career?

Oya, aku juga menata ulang definisi kesuksesan menjadi: Health and Happiness.

Semoga Alloh selalu membimbingku. Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar