Siang ini aku dan Mba Ria lunch di Caza Suki, Kebon Sirih. It is one of my favourite restourant. Keberangkatan Bos ke Belanda membuat suasana kantor menjadi tidak begitu hectic. Ditambah fakta bahwa hari ini adalah salary day, rasanya tidak salah jika kami memilih restourant yang all you can eat. Meskipun costly, suasana yang nyaman serta makanan yang lezat membuat kami betah hingga hampir 2 jam nongkrong disana.
Aku dan mba Ria sharing mengenai banyak hal. Salah satunya mengenai take and give dalam sebuah hubungan. Sedih sekali ya mendengar begitu banyak berita mengenai perceraian, pertikaian, dan permusuhan akhir-akhir ini.
Memang sih idealnya dalam sebuah hubungan, apapun itu bentuknya, yang namanya take and give berjalan seimbang. Perlakukanlah orang lain sebagaimana kita ingin diperlakukan. Tetapi konsep itu juga ternyata masih mengandung kelemahan ketika kita tidak dapat mengendalikan ekspektasi kita terhadap orang lain.
Kebanyakan orang, termasuk aku sendiri, suka protes saat mendapati fakta bahwa seseorang yang sudah kita perlakukan sedemikian baik ternyata tidak memberikan feed back seperti yang kita inginkan. Yap, tidak terasa rasa pamrih telah menyelinap di hati ini dengan demikian lembutnya hingga kita sering tidak sadar.
Wajar sih untuk kecewa ataupun marah. Tetapi kan tidak semua orang di dunia ini baik. Maka terimalah fakta itu. Suatu hari seorang teman pernah mengingatkanku bahwa kita tidak boleh mengharapkan orang lain memperlakukan kita dengan baik sebagaimana kita memperlakukannya, karena itu tidak ada bedanya dengan kita berpamrih atas kebaikan kita, dan itu sangat buruk dalam sebuah hubungan. Kalaupun orang lain memperlakukan kita dengan baik, anggap itu bonus. Aku rasa hipotesis ini cukup tepat untuk menggambarkan pola hubungan take and give yang tulus.
Aku sendiri masih perlu belajar banyak untuk menjadi orang yang tulus. Bos-ku pernah berkata, bahwa untuk menjadi orang yang bijak, untuk dapat bertahan di tengah tekanan emosi tanpa kehilangan harga diri, kita harus belajar mengenai "ilmu membelah jiwa", yaitu suatu kemampuan untuk dapat mengendalikan emosi, memilih kapan waktu yang tepat untuk berbicara dan kapan untuk diam, kapan saatnya mendengarkan dengan seksama dan kapan waktunya menutup telinga, kapan melihat permasalahan dengan jeli dan kapan diam menutup mata, dan tentunya kemampuan untuk selalu melihat segala permasalahan dengan hati yang jernih dan pikiran yang positif.
Sepintas, ilmu membelah jiwa tadi terlihat gampang dan sepele, tapi sungguh luar biasa sulitnya untuk diterapkan. Aku sungguh kagum dengan Bos-bosku yang dengan tabah mendengarkan anggota DPR mengeluarkan kalimat sinis yang terkadang seperti hinaan pada setiap kesempatan yang membutuhkan legalisasi/persetujuan DPR maupun forum dengar pendapat. Sedih melihat orang yang amat dihormati di instansi ini dalam sekejap menjadi bulan-bulanan DPR hanya karena hal-hal atau jawaban-jawaban yang tidak seperti yang diharapkan oleh mereka. Pendidikan yang tinggi ternyata tidak menjamin kualitas seseorang. Hujatan-hujatan itu bahkan kerap keluar dari seseorang yang bergelar master atau doktor. Ironisnya, beberapa dari mereka bahkan memiliki selisih usia yang cukup jauh dengan bosku. Sopan santun memang tidak ada dalam kurikulum akademik, tetapi sudah sedemikian jauhnya kah etika budaya timur kita telah menguap?
Tapi lihatlah apa yang dilakukan bosku. Mereka tetap menanggapi pertanyaan, sindiran, maupun hinaan itu dengan penuh sopan santun. Betapapun tuduhan yang dialamatkan tidak masuk akal, mereka tetap coba menjelaskannya dengan sabar. Dan hingga saat ini kami terus dihimbau untuk terus bekerja dengan baik, meskipun dalam himpitan sana dan sini. Toh, waktu pula yang akan menguji kualitas kita sebagai manusia.
Aku tidak mengatakan bahwa bosku benar atau sebaliknya loh. Aku hanya mengambil contoh nyata dari apa yang dinamakan ilmu membelah jiwa. Intinya, dalam kondisi apapun, betapapun kita terluka, kita harus tetap memperlakukan orang lain dengan baik dan santun. Tidak berarti diam saja menerima hujatan tersebut. At some point, kita juga perlu membela diri melalui diskusi yang konstruktif. Namun jika keadaan tidak berjalan seperti keinginan kita, jangan pamrih. Tetaplah baik, karena Tuhan Maha Melihat.
Mari sama-sama introspeksi.
Mari sama-sama introspeksi.
nice blog...salam kenal...izin copas ttg ilmu membelah jiwanya yah ^^ bagus bgt, kata2nya sgt mengena untuk pembelajaran...keep writing ya ^_^
BalasHapus@Msugiarti: Salam kenal juga. Thanks for visiting my blog yah. Copas boleh selama diambil yang bagus dan positifnya yah..
BalasHapus